Perempuan Tua Penjual Baju Bekas

jual baju bekas

Lentera Inspirasi: Ada satu cerita yang tak terhitung di balik setiap lipatan baju bekas yang tersusun rapi di lapak jalanan. Di antara hiruk-pikuk kota, ada seorang perempuan tua yang menjual baju bekas dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya. Namun, di balik keramahan itu, tersimpan cerita inspiratif yang menarik untuk diceritakan. Setiap potongan baju yang dijajakannya mengandung lebih dari sekadar kain dan benang; melainkan, ia membawa cerita kehidupan yang tak ternilai. Inilah kisah luar biasa seorang perempuan tua penjual baju bekas yang mengajarkan makna keikhlasan, kegigihan, dan kebijaksanaan yang luar biasa.

Perempuan Tua Penjual Baju Bekas

Panas. Suasana kota yang saban hari semakin terik. Terlihat Seorang perempuan tua duduk termangu. Pada lapaknya yang tidak jauh dari lapak-lapak pedagang kaki lima yang banyak berkumpul di pinggir jalan utama. Memenuhi trotoar sehingga tidak ada lagi ruang bagi pejalan kaki. Namun lapaknya selalu sepi berbeda kontras dengan lapak-lapak lainnya yang berjubel calon pembeli. Mungkin karena barang dagangannya hanya baju bekas. Mungkin karena dia hanya perempuan tua yang tidak aktif menawarkan dagangannya. Mungkin karena rezekinya belum datang. Atau, mungkin hal lainnya….

Tiba suatu saat ketika seorang calon pembeli datang dan melihat-lihat barang dagangannya yang hanya berupa pakaian, anak sampai dewasa. Sebagian tergantung dengan warna-warni dan model yang menarik. Sebagian lainnya bertumpuk pada lapak yang membukit. Tak ada yang baru dari dagangannya.

“Berapa ini, Mbah?” tanya calon pembeli itu memperlihatkan sehelai baju.

Mata tua perempuan tua itu berkilat semangat, “Lima belas ribu.”

“Wahh … kok mahal, Mbah. Lima ribu saja, ya?”

Perempuan tua itu hanya tersenyum. Miris. Ia pun menggeleng.

“Kalau tujuh ribu bagaimana?”

“Tiga belas ribu,” jawab perempuan tua itu bangkit dari duduknya. Kini ia berdiri sambil bersenderkan pada pakaian-pakaian yang bertumpuk di lapaknya.

“Tujuh ribu lima ratus deh, Mbah. Tuh! Jahitannya saja sudah ada yang lepas satu.”

Perempuan tua itu kembali menggeleng. “Itu sudah murah. Saya cuma ngambil untung seribu lima ratus.”

“Masa sih?” sahut calon pembeli itu tak peduli. Baju yang ditentengnya diletakkan begitu saja pada tumpukan baju yang membukit. Ia pun melihat-lihat pakaian lainnya yang menumpuk di lapak. Diangkat-angkat. Ditarik dan dilihatnya, lalu diletakkan begitu saja.

Setelah itu, ia pergi, perempuan tua kembali berdiri termangu. menghela nafas panjang, merapikan kembali pakaian-pakaian yang tadi sudah dipegang-pegang dan dilihat-dilihat.ke tempatnya semula.

Lebaran sebentar lagi. Semua pedagang sudah pasti akan menghitung keuntungan yang akan diperolehnya, agar nanti bisa berlebaran. Membawa uang banyak. Membawa oleh-oleh. Membagi-bagikan recehan pada anak-anak dan orang-orang yang patut diberi.

Perempuan tua itu kembali duduk termangu. Matanya yang sudah berkabut menatap orang yang lalu-lalang di depan lapaknya. Panasnya cuaca tidak dipedulikannya lagi. Pikirannya menerawang ke negeri antah berantah. Mungkin bagi dirinya, inilah jalan hidupnya yang harus dijalani, inilah hidup sebenarnya. —, inilah usaha yang masih bisa dilakukannya….

Tidak beberapa lama kemudian seorang perempuan kecil datang menghampiri. Di tangan kanannya tergantung plastik hitam yang tidak baru lagi. Rambutnya sedikit kusut dan kulitnya berbusik. Wajahnya menawarkan sesuatu yang hampa. Tak ada senyum ceria.

“Maaf, Mbah. Mbah bisa menolong saya?”

“Nolong apa nak?”

“Ini baju saya, Mbah. Baju lebaran saya tahun lalu.”

Perempuan tua itu menerima plastik hitam dari perempuan kecil, membukanya, lalu melihat baju yang seukuran dengan ukuran tubuh si pembawa. Baju itu sudah kotor, dan ada jahitan yang terbuka di beberapa tempat. Perempuan tua itu kemudian menatap wajah si perempuan kecil.

“Saya tidak punya baju lagi untuk lebaran nanti, Mbah. Mbah bisa kan menolong saya?”

Perempuan tua itu masih menatap wajah si perempuan kecil.

“Saya ingin punya baju baru buat lebaran nanti, Mbah. Tapi … saya tidak punya uang. Saya hanya punya baju ini. Mbah mau menolong saya kan?”

Masih menatap.

“Boleh saya menukar baju ini, Mbah?”

Perempuan tua itu kemudian menatap seluruh tubuh si perempuan kecil.

“Boleh, Mbah?”

Seorang perempuan tua yang tadi duduk lalu bangkit. Daun kering yang tadi dipegangnya, tanpa disadari telah jatuh. Ia pun melihat-lihat baju anak yang tergantung rapi di belakangnya. Setelah melihat-lihat, memegang-megang, dan memilih, ia kemudian mengambil salah satunya. Ditimang-timangnya sesaat, lalu diserahkan begitu saja pada si perempuan kecil. “Yang ini mau?”

“Mau, Mbah,” jawab si perempuan kecil mengangguk.

“Ya, sudah. Ini buat kamu.”

“Benar, Mbah.” Si perempuan kecil tertawa, memperlihatkan giginya yang tidak rata. Bahkan beberapa di antaranya berwarna hitam.

Perempuan tua pemilik lapak baju bekas mengangguk. “Ambil saja. Dan baju ini bawa lagi,” sahutnya kembali memberikan plastik hitam yang berisikan baju si perempuan kecil.

Perempuan kecil itu lalu memasukkan baju barunya ke dalam plastik hitam, lalu pergi setelah mengucapkan terima kasih pada si perempuan tua.

Perempuan tua itu berdiri termangu, senyum ikhlas menghias diekspresinya. Menatap langkah riang seorang perempuan kecil hingga menghilang dari pandangannya. Pikirannya kembali bermain pada negeri antah berantah. Mungkin bukan melamunkan lebaran yang sebentar lagi.  Karena bagi perempuan tua itu, di hari raya mendatang adalah sama dengan hari-hari yang telah dilewatinya. Bahwa pada hari itu, ia harus berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, memenuhi kebutuhan cucu-cucunya yang sudah tidak mempunyai orangtua lagi. Namun yang paling berarti kebahagian hati bila bisa memaknai hari raya dengan sebenarnya.


Yuk, baca juga artikel Lentera lainnya sebagai renungan hidup:


Penutup

Artikel diatas menggambarkan sebuah potret yang mendalam tentang realitas kehidupan sehari-hari di sekitar kita, di mana ada kisah tentang perjuangan, kepedulian, dan nilai-nilai kehidupan yang sesungguhnya. Ini menggambarkan perempuan tua yang menjalani kehidupannya dengan menjual baju bekas di tengah kesibukan kota yang padat. Dia menghadapi kesulitan dalam menjual barang dagangannya, namun tetap memperlihatkan sikap yang teguh terhadap harga yang dia tentukan.

Kisah bertambah mengharukan ketika seorang perempuan kecil datang, memohon untuk menukar baju lamanya dengan yang baru demi merayakan Lebaran. Di tengah keterbatasan yang mereka miliki, perempuan tua tersebut menunjukkan kepedulian dan kebaikan hati dengan memberikan baju kepada perempuan kecil tersebut. Ini menggambarkan kebaikan hati yang tidak mengenal batas, bahkan dalam situasi ketidakmampuan.

Saran setelah membaca artikel ini adalah untuk lebih menyoroti nilai-nilai kepedulian sosial, kebaikan hati, dan solidaritas yang tersembunyi di balik rutinitas sehari-hari. Penekanan pada kisah nyata yang menggambarkan bagaimana kebaikan hati bisa mengubah kehidupan seseorang dalam situasi yang sulit dapat menjadi inti dari pesan yang disampaikan. Hal ini bisa menjadi inspirasi bagi pembaca untuk lebih peduli dan memberikan kontribusi positif kepada orang-orang di sekitarnya, terlepas dari keterbatasan yang mereka miliki.

Anda telah membaca artikel ulasan tentang "Perempuan Tua Penjual Baju Bekas" yang telah dipublikasikan oleh Lentera Inspirasi. Semoga bermanfaat serta menambah inspirasi dan wawasan. Terima kasih.

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *