Lentera Inspirasi: Kadang-kadang, inspirasi datang dari tempat yang tak terduga. Suatu insiden kecil mengubah perspektif tentang kehidupan. Sebuah sengatan tajam nyamuk menyadarkan pada kehadiran mereka terbentang sebuah perbandingan menarik antara nyamuk dan manusia yang membuat saya terpikir. Ada kesamaan mengejutkan antara perilaku nyamuk dan sifat manusia yang mungkin terlewatkan begitu saja dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel ini bukan sekadar perbandingan sederhana, tetapi sebuah cermin filosofi yang mungkin memantulkan gambaran diri kita sendiri. Mari kita melangkah lebih dalam, mempertanyakan sikap, tindakan, dan perilaku kita sebagai manusia, dalam bayangan kehidupan sehari-hari yang terinspirasi dari seorang nyamuk. Mari kita bersama-sama merenung, apa benar “Tidak Ada Bedanya Nyamuk dengan Manusia”? Yuk, kita temukan jawabannya dalam perbandingan menarik ini.
Tidak Ada Bedanya Nyamuk dengan Manusia
Dua malam yang lalu, seperti biasa aku duduk didepan meja bundarku. Aku ditemani pena yang menggelayut erat dalam lipatan jariku berpikir mengumpulkan hal-hal baru yang menarik dan dapat kurangkai dalam kata-kata. Ya, itulah kebiasaanku, menulis di tengah heningnya malam dan kegelapannya. Sebuah kebiasaan yang telah dipahami dengan sendirinya oleh para rekan dan keluargaku.
Belum lama aku tenggelam dalam perenunganku, dan belum sebuah masalah pun yang tergambar dalam otakku. Tiba-tiba sebuah sengatan tajam menusuk kulit telingaku, lalu pindah ketanganku. Pikiranku buyar, tapi ternyata kebuyaran itu membentuk sebuah hal baru yang muncul dalam pikiranku.
Seekor nyamuk telah menggangguku. Aku berusaha menepuknya, tapi sayapnya lebih cepat membawa lari mungil tubuhnya. Aku mencoba buka jendela, dan dengan cara itu ada gerombolan nyamuk lain yang langsung menerjang masuk. Kuhantam mereka dengan satu kibasan. Luar biasa ternyata mereka mampu menghindar dengan berpencar. Sungguh baru kali ini aku melihat ada sebuah umat yang dengan jalan berpencar dan berbeda arah malah mampu menyelamatkan kehidupannya. Mereka adalah nyamuk-nyamuk yang pandai.
Kalau begitu alangkah lemahnya manusia, yang selalu merasa paling pandai dan merasa paling kuat, bahkan merasa selalu ingin menguasai dunia ini dengan kekuatan. Padahal mereka kadang malah tertipu dengan keangkuhannya, merasa kuat, tapi untuk membunuh serangga kecil itu dengan satu kibasan saja kadang tak mampu.
Kalau manusia mau berpikir, bahwa antara manusia yang berakal, hewan yang berinsting, tumbuhan yang berkembang, ataupun benda mati yang diam semuanya tak akan ada kekuatan apapun kecuali berkat karunia Ilahi semata. Tapi itulah yang kerap dilupakan.
Aku menemukan beberapa kesamaan antara nyamuk dan manusia.
Pertama, nyamuk mencari jalan hidupnya dengan mengisap darah, namun terkadang ia berlebihan dalam isapannya sehingga kecil badannya tak mampu menampung semua hasilnya tadi. Begitu pun ia terus mengisap tak mau berhenti, hingga akhirnya perutnya kembung dan hampir pecah dengan sendirinya. Sungguh ia mencari hidup melalui jalan kematian, dan mencari jalan keselamatan namun di sarang bahaya.
Kalau lah boleh kita kiaskan maka ia tak jauh beda dengan orang serakah dan pecandu narkoba, pada isapan dan hirupan pertamanya ia merasa melihat surga dan kebahagiaan, sehingga ia tertuntut untuk kedua, dan ketiga kalinya bahkan seterusnya… Hingga menjadi sebuah kedahagaan tersendiri jika ia tak mengulanginya. Sementara ia tidak menyadari bahwa kefanaan telah mengintai dirinya dengan taring-taring yang menyeringai.
Kedua, nyamuk adalah mahluk yang tak mempunyai siasat mencari hidup yang baik. Hal itu dapat kita lihat saat ia hinggap pada tubuh manusia, ia tak hinggap kecuali dengan membawa dengungan suara yang yang menandakan akan kedatangannya. Akhirnya secara otomatis tubuh yang ia hinggapi tadi akan segera menampiknya dan menggagalkan usahanya.
Toh kalau boleh kita kiaskan maka ia tak lebih bagaikan seorang politikus yang bodoh, yang banyak ngoceh sana-sini, dan mengumbar statement tanpa karuan yang akhirnya statemen-statemen itu malah menghancurkannya, dan membuat musuh dapat berbuat sekehendak hati padanya, bahkan menyerangnya dengan serangan balik yang tidak ia sadari…
Ketiga, nyamuk yang dengan keringanan tubuhnya mampu hinggap di tubuh manusia dengan hampir tak terasa sedikitpun. Tapi sengatan dan gigitan yang ditimbulkan olehnya betul-betul perih dan menyakitkan. Ini bisa dianalogikan seperti seorang yang dengan segala senyum manisnya berusaha untuk memikat hati orang lain, hingga saking indah dan mesranya senyum itu, kita tak mempunyai sedikit prasangka buruk kepadanya. Tapi ternyata dibalik senyum nan indah dan bersahaja itu tersimpan sejuta tujuan nan jahat bahkan sanggup menghancurkan dan “menyengat” kita jika maksud dan tujuannya telah tercapai.
Yuk, baca juga artikel Lentera lainnya sebagai renungan hidup:
Penutup
Dalam kisah di atas, perbandingan menarik antara nyamuk dan manusia telah dijelaskan dengan cerdas. Melalui kisah interaksi dengan nyamuk, pembaca diperkenalkan dengan perbandingan filosofis yang menarik antara kedua makhluk ini.
Kesamaan pertama menggambarkan nyamuk yang terus mengisap darah hingga membuat perutnya kembung, seperti halnya orang yang serakah atau pecandu narkoba yang terus melakukan perilaku yang merugikan dirinya sendiri. Perbandingan ini menggambarkan kecenderungan manusia untuk terus menerus melakukan tindakan bahkan ketika sudah jelas merugikan dirinya.
Kesamaan kedua menyoroti siasat nyamuk yang terbongkar oleh dengungan suaranya, seperti politikus yang seringkali bertindak tanpa pertimbangan, sehingga akhirnya malah merugikan dirinya sendiri.
Kesamaan ketiga menggambarkan bagaimana nyamuk dengan kesan tak berbahaya tetapi bisa menyengat dengan menyakitkan, serupa dengan orang yang bersikap manis di depan tetapi memiliki tujuan yang kurang baik di balik itu.
Saran setelah membaca artikel ini adalah untuk mengajak pembaca lebih mendalami kesamaan dan perbedaan yang lebih mendalam antara nyamuk dan manusia. Dengan memberikan sudut pandang yang lebih luas, pembaca dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang sifat manusia dan cara pandang yang baru terhadap situasi sehari-hari.
Selain itu, menekankan pentingnya introspeksi diri bagi pembaca. Meminta mereka untuk merenungkan bagaimana sifat-sifat yang dijelaskan dalam perbandingan tersebut dapat tercermin dalam perilaku atau tindakan mereka sendiri. Ini akan memberikan dampak yang lebih signifikan dan memicu refleksi pribadi yang lebih mendalam.